Jumat, 20 November 2009

Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika

Pembelajaran Pemecahan Masalah
Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa sekolah dasar dimulai kelas satu sudah sewajarnya dibekali dengan manfaat belajar matematika dalam kehidupan sehari-hari, yaitu slalu mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata yang terjadi dan yang sering dialami siswa.
Kemampuan kognitif siswa akan berkembang selaras dengan kematangannya, dan akan berkembang dengan baik dan cepat jika dalam belajarnya sering dihadapkan terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari. Kita sebagai guru harus menyadari bahwa kemampuan manusia itu terbatas dan tidak sama irama perkembangan mentalnya, maka dari itu sebagai guru harus menyesuaikan pemberian materi pelajaran dengan kemempuan-kemampuan siswa-siswanya, seperti belajar dari hal-hal yang konkret menuju abstrak, dari sederhana ke kompleks, dan dari mudah ke sulit.
Siswa diajak menyelesaikan pemecahan masalah dari satu langkah ke penyelesaian masalah yang membutuhkan banyak langkah yang disertai kemampuan memahami dan menangkap lebih banyak variabel dan faktor dalam suatu masalah.
Tidak ada cara yang pasti bagaimana melatihkan pemecahan masalah kepada siswa, namun ada petunjuk yang dapat membantu guru dalam membelajarkan siswanya kearah kegunaan pendekatan pemecahan masalah matematika, agar siswa belajarnya terarah dan mendapat hasil yang baik.


Langkah-langkah yang membantu siswa dalam pemecahan masalah

  • Memahami Soal
guru memberi masalah dalam bentuk soal setiap hari, baik dalam jam pelajaran matematika, maupun pada mata pelajaran lain secara terpadu, dengan langkah-langkah sebagi berikut :
  1. Menjelaskan kata atau ungkapan operasi hitung yang sering digunakan
  2. Menjelaskan hubungan antara penjumlahan dengan pengurangan, perkalian dengan pembagian, penjumlahan dengan perkalian dan pengurangan dengan pembagian.
  3. Melatih membaca pemahaman dari kalimat pendek dan sederhana ke kalimat panjang dan kompleks.
  4. Bertanya kepada siswa tenteng isi kalimat yang diberikan dalam contoh, tentang apa yang diketahui taua data apa yang diberikan dan apa yang ditanyakan atau apa yang akan dicari.
  5. Pada tahap awal, pembuatan paragrap cukup terdiri dari satu kalimat, dan jangan berbelit-belit sehingga sulit dimengerti siswa.

  • Memilih Pendekatan atau Strategi Pemecahan
Pendekatan atau strategi pemecahan masalah banyak sekali alternatif yang harus kita pakai, hal itu didasarkan pada jenis masalah dan soal. Bagi siswa yang belum dapat berfikir abstrak pendekatan dengan membuat gambar terlebih dahulu akan sangat membantu. Setelah itu berkembangkepad strategi-strategi yang lainyang memukinkan suatu masalah dapat diselesaikan secara matematisseperti membuat variabel, membuat persamaan, menggunakan logika dan lain-lain.

  • Menyelesaikan model
Dalam menyelesaikan model matematiaka siswa dituntut untuk terampil menggunakan pengetahuannya tentang konsep-konsep dasar matematika beserta aturan-aturan yang ia ketahui sewaktu mengerjakan latihan-latihan soal, baik dalam bentuk algoritma maupun secara aljabar sederhana. Seperti hubungan penjumlahan dan pengurangan, perkalian dan pembagian, pangkat dan akar.

  • Menafsirkan solusi
Sebelum ditafsirkan atau diterjemahkan kedalam bentuk kesimpulan, sebaiknya siswa di biasakan untuk memeriksa dahulu, apakah jawaban hasil perhitunganitu benar atau masih terdapat kekeliruan.untuk ini dibutuhkan ketelitian untuk mengecek ulang hasil perhitungan yang didapatkan.
Menafsirkan solusi merupakan kemampuan berfikir tingkat tinggi, karena hal tersebut merupakan penarikan kesimpulan dari hal-hal yang telah dianalisis dengan menggunakan berbagai strategi dan menggunakan berbagai operasi hitung. Menafsirkan solusi merupakan menemukan jawaban dari permasalahan yang sedang dibahas atau diuraikan.

Metode dan Teknik Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika
Salah satu tugas guru dalam proses pembelajaran adalah memilih metode dan teknik pembelajaran, disamping menentukan tujuan, mendalami materi, memilih alat/media, dan menentukan alat evaluasi. Teknik yang dapat di pilih untuk proses pembelajaran pemecahan masalah matematika, yaitu : Teknik Keterlibatan Siswa, Teknik Analogi, Teknik Menggunakan Model, Teknik Permainan/Teka-teki dan Teknik Simulasi. Teknik-teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut :

  • Teknik Keterlibatan Siswa
Teknik keterlibatan siswa merupakan teknik mengajar yang mengikutsertakan siswa secara fisik dan mental. Secara fisik seperti ikut aktif dalam suatu kegiatan yang melibatkan anggota tubuh maupun panca indra, sedangkan secara mental siswa mengikuti jalannya suatu pembelajaran dengan antusias dan konsentrasi penuh.
Keunggulan dari keterlibatan siswa diantaranya adalah :
  1. Dapat menimbulkan minat belajar yang tinggi, sehingga hasil belajar akan bertahan lama.
  2. Guru mudah mengendalikan kelas, jika kegiatan siswa sudah terarahdan siswa mengerti akan tugas yang harus dilakukan.
  3. Dapat dijadikan guru untuk mendiagnosa kesulitan-kesulitan dalam belajar siswa.

  • Teknik Analogi
Teknik analogi adalah suatu teknik yang berusaha menciptakan suatu cerita untukmengilustrasikan suatu konsep. Karakteristik teknik analogi adalah :
  1. Menimbulkan minat tinggi, karena aspek cerita dari teknik ini akan menimbulkan minat belajar.
  2. Ketepatan bahasa akan berkurang jika menggunakan teknik ini.
  3. Suatu konsep mungkin harus diajarkan kembali untuk mengembangkan pemahaman matematika secara tepat untuk menghindari kesalahan konsep jika konsep tersebut disajikan dengan teknik analogi.
  4. Teknik analogi sering digunakan untuk keterampilan “bagaimana” daripada keterampialn “mengapa” tentang suatu konsep.
  5. Teknik analogi yang dirancang secara baik akan mengurangi tingkat abstraksi sajian dan kebanyakan akan berhasil dalam menyajikan suatu konsep, jika teknik yang lebih abstrak tidak berhasil.
Kelebihan teknik analogi antara lain :
  1. Dapat meningkatkan minat siswa karena aspek cerita yang disajikan.
  2. Dapat meningkatkan pemahaman siswa.
  3. Dapat mengurangi tingkat abstraksi sajian atau konsep
Kelemahannya antara lain :
  1. Ketepatan bahasa akan berkurang.
  2. Mungkin suatu konsep harus diajarkan kembali untuk mengembangkan pemahaman matematika secara tepat untuk menghindari kesalahan konsep.

  • Teknik Menggunakan Model
Teknik ini menggunakan model dalam proses belajar mengajar, model-model yang digunakan biasanya berupa gambar atau benda yang digunakan untuk memperagakan referensi dari konsep yang akan dikembangkan. Teknik ini secara luas untuk mengurangi tingkat abstraksi suatu konsep.

  • Teknik Permainan/Teka-teki
Keuntungan pembelajaran matematiak dengan menggunakan teknik permainan dan teka-teki adalah :
  1. Sudah termuat sifat-sifat cara berfikir matematika, sehingga secara langsung atau tidak langsung kita telah menanamkan dasar matematika.
  2. Memperluas belajar matematika
  3. Pada dasarnya siswa sekolah dasar senang melakukan permainan
  4. Dalam waktu luang (jam bebas) dapat diisi dengan jenis permainan yang terarah

  • Teknik Simulasi
Simulasi adalah sembarang alat atau aktivitas yang menggunakan aspek terpilih tentang situasi kehidupannyata. Dalam simulasi biasanya dituntut kemampuan prasyarat, oleh karenanya simulasi biasanya diterapkan dalam pembelajaran pada akhir kegiatan.
Kegiatan simulasi dapat meningkatkan minat belajar, tetapi akan menimbulkan kegaduhan dan memakan waktu yang relatip lama. Untuk meminimalkan kegaduhan dan waktu yang lama, guru membuat perencanaan dan peraturan yang baik.

Rabu, 04 November 2009

Bagaimana Menstimulasi Kecerdasan Anak Anda?

Di usia 3 - 5 tahun kecerdasan anak sudah sangat maju dan kompleks, sehingga diperlukan stimulasi yang lebih tepat untuk mengembangkan kecerdasan mereka itu, salah satunya dengan bermain.

Menurut Garry L. Landreth, pendiri dan direktur Center for Play Therapy di University of North Texas (UNT), bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi, emosi, sosial, pengambilan keputusan, serta perkembangan kognitif pada anak-anak.

Untuk itulah, metode paling tepat memberikan stimulasi pada anak-anak adalah dengan bermain. Tak ubahnya Landreth, psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Muhammad Rizal psi juga mengatakan, bahwa bermain membuat anak di usia 3-5 tahun semakin cerdas.

Hanya saja, menurut Rizal, ada baiknya stimulasi lewat bermain itu diberikan mengikuti 7 ranah kecerdasan si anak, seperti yang pernah dipaparkan oleh Dr Howard Gardner, psikolog dari Harvard University, yaitu:

Kecerdasan Spasial/Kinestetis

  1. Membantu pekerjaan rumah atau aktivitas lain semisal menyapu atau mencuci motor
  2. Bermain sepeda, petak umpet, atau naik turun tangga

Kecerdasan Interpersonal

Libatkan anak lain/tetangga yang sebaya untuk ikut bermain bersama anak Anda. Hal ini untuk mengajarkan Anak belajar berbagi dan menghargai orang lain

Kecerdasan Intrapersonal

  1. Menggambar, untuk melihat harapan-harapan atau luapan emosi yang saat itu sedang dominan pada dirinya
  2. Bermain peran, semisal bermain ayah-ibu atau tokoh-tokoh kepahlawanan

Kecerdasan Logis Matematis

  1. Ajak anak bermain pasel (puzzle) dengan kepingan yang lebih banyak
  2. Bermain susun balok yang memiliki angka atau huruf

Kecerdasan Musikal

  1. Perdengarkan lagu anak-anak, ajarkan sampai hafal satu lagu, dan bernyanyilah bersama-sama dengannya.
  2. Bermain alat musik seperti gitar atau piano mini, untuk meluapkan kecerdasan musikalnya

Kecerdasan Naturalis

  1. Menanam pohon bersama, menyiram dan memberi pupuk bersama-sama
  2. Memberi makan pada hewan piaraan seperti memberi makan ikan sambil Anda bercerita mengenai hal-hal tentang ikan

Kecerdasan Linguistik

  1. Berikan buku yang sudah memiliki teks (jika sudah bisa membaca)
  2. Jika belum bisa membaca, bacakan cerita dan ajak anak Anda menceritakan pengalamannya tentang apa saja
  3. Ajak anak menemukan simbol-simbol sepanjang perjalanan ketika bersama Anda
KOMPAS.com

Sudahkah Anda Menilai Pembelajaran Kreativitas para Siswa?

Menghadapi peserta didik berbakat, sedikitnya Anda sebagai guru memiliki 10 cara penilaian secara bermutu, apakah pembelajaran kreativitas sudah Anda lakukan di dalam kelas?

Dalam buku yang ditulisnya berjudul "Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana", Guru Besar Tetap Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Conny R. Semiawan menuturkan 10 jenis penilaian tersebut. Simak kisi-kisinya!

Perumusan masalah aktivitas guru

Sudahkah Anda sebagai guru benar-benar membantu siswa melihat aspek tertentu berbeda dengan cara yang lazim terjadi di kelas? Banyak cara atau sudut pandang yang bisa didapatkan siswa dari setiap pembelajaran yang Anda berikan

Analisa ide

Sudahkah Anda membantu siswa secara kritis memahami kekuatan dan kelemahan dari ide-ide mereka?

Menjual ide

Sudahkah Anda membantu siswa menjelaskan, melindungi, dan meningkatkan setiap ide yang diyakini oleh mereka?

Pengendalian isu

Ibarat pedang bersisi ganda, Anda harus membantu siswa mempersiapkan diri, bahwa teori-teori Anda memiliki rentangan yang terbatas tentang kebenaran. Artinya, Anda harus memancing peserta didik mencari kebenaran melalui cara pandang mereka

Menghadang kendala

Anda harus membantu siswa agar selalu sadar, bahwa tidak semua pendapatnya bisa diterima oleh orang lain

Berani ambil risiko

Anda harus bisa membantu meyakinkan siswa untuk selalu sadar dan siap, bahwa setiap kreativitas selalu mengandung risiko

Keinginan tumbuh kembang

Sudahkah Anda membuat siswa berani menantang dirinya sendiri?

Percaya diri

Sudahkah Anda membangun kepercayaan diri siswa dengan memberinya tugas yang berat, lalu membuat perencanaan bersama dengan mereka untuk mengatasinya?

Toleransi

Sudahkah Anda membantu siswa untuk selalu bisa menghormati pendapat orang lain dan "akibat" yang akan mereka terima dengan menghormati pendapat orang lain, seperti perasaan menyesal atau kecewa karena merasa belum bisa menerima kenyataan?

Menyayangi

Sudahkah Anda bisa membuat siswa menghargai segala hal yang telah dilakukannya? Dan, sudahkah Anda menunjukkan bahwa anak didik Anda bisa berhasil dalam bidang tertentu, yang berbeda dari bidang yang sedang digelutinya di dalam kelas?

KOMPAS.com

Membangun Keterampilan Komunikasi Matematika dan Nilai Moral Siswa Melalui Model Pembelajaran Bentang Pangajen

Prestasi belajar matematika mengkhawatirkan bahkan mungkin lebih rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Beberapa pelajar tidak menyukai matematika karena matematika penuh dengan hitungan dan miskin komunikasi. Beberapa pelajar juga berpikir bahwa matematika pelajaran yang membosankan, karena penuh rumus dan miskin nilai moral. Kebanyakan pelajar tidak merasa senang ketika belajar matematika. Bentang pangajen adalah sebuah model pembelajaran yang menyajikan pembelajaran matematika dengan menyenangkan dan juga membangun keterampilan komunikasi dan nilai moral. Ada lima langkah dalam model pembelajaran bentang pangajen, yaitu bina suasana, bina konsep, bina ingatan, beri bintang, dan beri hikmah. Keterampilan komunikasi akan terbangun pada langkah ke tiga sampai lima dari model pembelajaran bentang pangajen. Nilai moral siswa akan terbangun pada langkah ke empat dan lima dari model pembelajaran bentang pangajen.

Tantangan Bagi Guru Matematika

Pencapaian nilai hasil belajar siswa Indonesia untuk bidang studi matematika, cukup mengkhawatirkan. Hasil tes diagnostik yang dilakukan oleh Suryanto dan Somerset di 16 sekolah menengah beberapa provinsi di Indonesia menginformasikan bahwa hasil tes pada mata pelajaran matematika sangat rendah. Hasil dari TIMSS-Third International Mathematics and Science Study menunjukkan Indonesia pada mata pelajaran matematika berada di peringkat 34 dari 38 negara.

Beberapa ahli matematika seperti Ruseffendi (1984:15), mensinyalir kelemahan matematika pada siswa Indonesia, karena pelajaran matematika di sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Menurut Sriyanto (2004) sikap negatif seperti ini muncul karena adanya persepsi bahwa pelajaran matematika yang sulit.

Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran sulit, diantaranya adalah karakterisitik materi matematika yang bersifat abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang dan rumus yang membingungkan. Selain itu pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan atau guru yang membingungkan, turut membentuk sikap negatif siswa terhadap pelajaran matematika.

Nilai matematika siswa Indonesia yang selalu rendah, matematika pelajaran yang dibenci, dan karakteristik pelajaran matematika yang memusingkan siswa, menjadikan tantangan bagi setiap guru matematika. Tantangannya adalah “Bagaimana menyajikan pembelajaran matematika yang memudahkan siswa, menyenangkan, dan efektif bagi peningkatan hasil belajar matematika?” atau yang lebih lengkap lagi adalah “Bagaimana menyajikan pembelajaran matematika yang simple, fun, and effective sekaligus juga dapat mengembangkan skill dan afektif para siswa?”.

Bentang Pangajen: Pembelajaran Matematika yang bersifat Simple, Fun, dan Efective

Bentang pangajen adalah pembelajaran matematika yang bersifat simple, fun, and effective, karena pembelajaran ini melarutkan siswa dalam sebuah permainan yang mengasah koneksi, komunikasi dan kerjasama. Selain itu permainan tersebut juga mengandung nilai-nilai afektif dan moral, seperti kejujuran dalam menilai, keterbukaan dalam menerima kritikan, kebesaran hati dalam menerima kekurangan, menghargai pendapat orang lain, keberanian mengemukakan pendapat, dan kemampuan menilai.

Istilah “bentang pangajen” adalah istilah yang penulis berikan untuk sebuah model pembelajaran matematika, dengan lima langkah pembelajaran disingkat dengan 5B, yang terdiri dari Bina suasana, Bina konsep, Bina ingatan, Beri “bentang pangajen”, dan Beri hikmah. Model pembelajaran ini disebut “bentang pangajen” karena pada tahap ke empat, siswa diperkenankan menilai dan memberikan bintang pada karya siswa lainnya, dan berdasarkan pilihan siswa itu guru meminta penjelasan logis atas karya yang mendapat bintang paling banyak dan guru pun menarik hikmah dan memberikan penghargaan pada siswa atas bintang yang diberikan siswa dan atas alasan logis yang dikemukakan oleh siswa.

Kata “bentang pangajen” sendiri berasal dari bahasa sunda. Bentang berarti bintang, pangajen berarti diberikan, jadi bentang pangajen bermakna bintang yang diberikan pada siswa dan oleh siswa.

Adapun langkah pembelajaran pada model “bentang pangajen” adalah sebagai berikut:

1. Bina suasana

Bina suasana adalah tahapan pengkondisian siswa dan ruang belajar. Siswa akan dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang per kelompok. Pembagian kelompok dilakukan secara acak. Ruangan dikondisikan agar siswa mudah untuk bergerak. Siswa pun dikondisikan untuk siap menerima materi dan berkonsentrasi, dengan beberapa game atau ice breakers yang menguji konsentrasi.

2. Bina konsep

Bina konsep adalah tahapan guru memberikan informasi dan soal latihan tentang materi atau konsep. Pemberian materi atau konsep ini dilakukan dengan pembelajaran berbasis information comunication technology (ICT). ICT digunakan dalam bina konsep ini, karena beberapa kelebihannya, diantaranya adalah menarik, mampu memvisualisasikan secara tepat, dan waktu penyajikan lebih cepat.

3. Bina ingatan

Bina ingatan adalah tahap awal dari permainan. Pada tahap ini setiap kelompok siswa diminta menyelesaikan suatu masalah matematika dan memberikan alasan mengapa dan bagaimana mereka menjawab seperti yang mereka tuliskan dalam kertas karton, kemudian karton itu ditempel pada dinding kelas. Masing-masing kelompok berkeliling melihat, memberi komentar terhadap tulisan kelompok lain, menjelaskan apa yang ditulis oleh kelompok lain secara bergantian.

4. Beri bintang

Beri bintang adalah tahapan kedua dari permainan. Pada tahapan ini setiap siswa menilai karya kelompok lain berkenaan dengan konten, penyelesaian soal, dan artistik dengan membubuhkan bintang pada hasil karya tersebut.

5. Beri hikmah

Beri hikmah adalah tahap evaluasi yang diberikan oleh guru. Pada tahapan ini guru menyimpulkan kelompok mana yang paling banyak mendapat bintang. Dan menanyakan pada para siswa apa yang menyebabkan kelompok tersebut menerima banyak bintang. Kemudian kelompok yang mendapatkan bintang terbanyak dinobatkan sebagai “GRUP MOTEKAR”. Semua karya yang dibuat siswa akan menjadi pajangan di kelas (display), yang senantiasa dapat memberi motivasi dalam belajar dan mengingatkan kembali kepada siswa atas materi yang telah diberikan sebelumnya.

Sifat simple, fun, dan efective tergambar dari lima langkah 5B pada model pembelajaran bentang pangajen. Sifat simple tergambar pada langkah pembelajaran yang hanya memuat lima langkah yang sangat mudah untuk diterapkan pada pembelajaran apapun. Isi dari lima langkah ini sangat sederhana dan mudah dipahami dengan cepat oleh siapapun. Bina suasana adalah langkah persiapan, bina konsep adalah kegiatan inti guru dalam memberi materi, bina ingatan adalah kegiatan latihan siswa berupa pemecahan masalah yang dipecahkan secara berkelompok. Beri bintang adalah kegiatan pemberian penghargaan oleh dan bagi siswa. Beri hikmah adalah kegiatan evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada hari itu. Pada lima langkah itu, kita bisa melihat bahwa kelima langkah itu dapat kita terapkan dalam satu kali pembelajaran (2×45 menit).

Sifat fun tergambar pada langkah pembelajaran pertama (bina suasana), game dan ice breakerswindows shopping untuk memberikan bintang pada lembar kerja yang telah diberikan siswa lain. untuk menguji konsentrasi siswa diberikan pada tahap ini. Sifat fun juga tergambar pada langkah keempat (beri bintang), siswa melakukan

Sifat effective tergambar pada langkah pembelajaran yang kedua (bina konsep). Penggunaan ICT memberikan kemudahan pada siswa untuk mencerna materi dalam waktu singkat tanpa kehilangan proses tercapainya suatu konsep. Bahkan dengan ICT materi yang banyak dapat disajikan dengan singkat, tanpa kehilangan proses tercapainya konsep. ICT telah membantu mencapai keefektifan belajar ditunjang oleh beberap penelitian, seperti penelitian Yanti Herlanti (2005:72) menyebutkan bahwa penggunaan ICT telah mengurangi waktu guru dalam pemberian penjelasan (informing) sebanyak 68-77%.

Bentang Pangajen: Pembelajaran Matematika yang membangun skill komunikasi

Dari sisi kognitif dan skill, model pembelajaran “bentang pangajen” dengan langkah 5B, sejalan dengan pedoman penilaian kompetensi siswa dalam matematika yang dikeluarkan Depdiknas (2003: 5) yaitu:

  • Pemahaman konsep. Siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep tersebut. Untuk pemahaman konsep ini bisa diwadahi oleh model pembelajaran “bentang pangajen” pada langkah kedua, yaitu bina konsep.
  • Prosedur. Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar. Untuk prosedur ini bisa diwadahi oleh model pembelajaran “bentang pangajen” pada langkah ketiga, yaitu bina ingatan.
  • Komunikasi. Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau mendemonstrasikan. Untuk komunikasi ini bisa diwadahi oleh model pembelajaran “bentang pangajen” pada langkah ketiga dan empat, yaitu bina ingatan dan beri bintang. Pada langkah ke lima (bina hikmah), komunikasi lebih diperkuat lagi.
  • Penalaran. Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana. Untuk penalaran ini bisa diwadahi oleh model pembelajaran “bentang pangajen” pada langkah ketiga, empat dan kelima, yaitu bina ingatan, beri bintang dan beri hikmah.
  • Pemecahan masalah. Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah. Untuk pemecahan masalah ini bisa diwadahi oleh model pembelajaran “bentang pangajen” pada langkah ketiga, yaitu bina ingatan.

Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus-rumus, sehingga muncullah anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat dibangun pada pembelajaran matematika. Anggapan ini tentu saja tidak tepat, karena menurut Greenes dan Schulman, komunikasi matematika memiliki peran: (1) kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; (2) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika; (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain (dalam Ansari, 2004: A5-3). Hal senanda dikatakan oleh Nuryani, bahwa kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa. Sejalan dengan itu, Lindquist (dalam Fitrie, 2002: 16) menyatakan bahwa kita memerlukan komunikasi dalam matematika jika hendak meraih secara penuh tujuan sosial, seperti melek matematika, belajar seumur hidup, dan matematika untuk semua orang.

Bahkan membangun komunikasi matematika menurut National Center Teaching Mathematics memberikan manfaat pada siswa berupa:

  1. Memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar.
  2. Merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi.
  3. Mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika.
  4. Menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika.
  5. Mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan.
  6. Memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika.

Tampak jelas pada tahap ke tiga, empat, dan lima pada pembelajaran model “bentang pangajen”, skill komunikasi matematika siswa secara tertulis dan lisan cukup terwadahi. Sehingga bisa dikatakan bahwa pembelajaran model “bentang pangajen” adalah aktivitas yang produktif yang dapat mendukung berkembangnya kemampuan komunikasi matematika siswa.

Pada tahap ke tiga, empat, dan lima pada model pembelajaran “bentang pangajen” ada aktivitas guru yang menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematika siswa, di antaranya adalah:

  • Mendengarkan dan melihat dengan penuh perhatian ide-ide siswa (lihat pada langkah ke tiga: bina ingatan).
  • Menyelidiki pertanyaan dan tugas-tugas yang diberikan, menarik hati, dan menantang siswa untuk berpikir (lihat pada langkah ke tiga: bina ingatan).
  • Meminta siswa untuk merespon dan menilai ide mereka secara lisan dan tertulis (lihat pada langkah ke empat: beri bintang).
  • Menilai kedalaman pemahaman atau ide yang dikemukakan siswa dalam diskusi (lihat pada langkah lima: beri hikmah).
  • Memutuskan kapan dan bagaimana untuk menyajikan notasi matematika dalam bahasa matematika pada siswa (lihat pada langkah ke tiga: bina ingatan).
  • Memonitor partisipasi siswa dalam diskusi, memutuskan kapan dan bagaimana untuk memotivasi masing-masing siswa untuk berpartisipasi (lihat pada langkah ke tiga dan empat: bina ingatan dan beri bintang).

Bentang Pangajen: Pembelajaran Matematika yang syarat nilai moral

Lembaga Political Economic Crisis Moneter Propensity yang berbasis di Hongkong, pada tahun 2005 mendudukan Indonesia sebagai peringkat negara terkorup se-Asia. Pada tahun 2007 menurun menjadi peringkat dua Asia, sedangkan peringkat satu diduduk oleh Filipina. Menurut lembaga Trasnparancy International, Indonesia memiliki peringkat 133 negara paling korup dari 162 negara yang diriset korupsi. Ini berarti Indonesia termasuk kelompok nomor 5 besar negara terkorup di dunia. Dalam bukunya yang berjudul Collaps, Jarred Diamen memprediksi Indonesia sebagai negara nomor 14 dunia menjadi salah satu contoh negeri yang akan gagal. Menurut Jarred prilaku korupsi yang terjadi di Indonesia adalah sumber masalahnya, dan sebagaimana banyak bangsa besar juga hancur karena korupsi sebut saja Majapahit sebagai feodalisme terbesar, Inggris sang penjajah yang berkuasa selama 233 tahun, Negara Romawi, Mogul, Turki, dan keruntuhan VOC di Indonesia sebagai perusahaan konglomerat di dunia. Semuanya dapat runtuh selain akibat perlawanan tetapi juga karena korupsi (kapanlagi.com).

Prilaku korupsi sendiri berawal dari sikap moral tidak jujur atau bohong, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Jika kita ingin memberantas korupsi ini, maka dari sisi sikap mental harus ditumbuhkan sikap jujur.

Institusi pendidikan yang bertugas membangun sisi kognitif, afektif, dan skill siswa mempunyai peran yang besar dalam menumbuhkembangkan sikap mental jujur. Jika tidak ingin bangsa ini terjebak pada “kegagalan” seperti prediksi Jarred Diamen, maka institusi pendidikan harus pula mengambil peran di dalamnya. Salah satu peran yang dapat diambil institusi pendidikan adalah “bagaimana guru mampu mengintegrasikan nilai moral pada proses belajar mengajar (PBM), termasuk PBM matematika?”.

Pembelajaran matematika, sekali lagi sering dituduhkan hanya berkecimpung dengan angka dan rumus, sehingga miskin muatan nilai. Maka pada pembelajaran model “bentang pangajen” nilai moral diintegrasikan pada PBM matematika. Pembelajaran model “bentang pangajen” yang syarat dengan muatan nilai moral, terutama pada langkah ke empat dan lima, yaitu beri bintang dan beri hikmah.

Pada langkah ke empat yaitu beri bintang, siswa melakukan kegiatan pemberian bintang, pada kelompok siswa lain yang dianggap layak dari beberbagai sisi sesuai dengan pendapat siswa. Pada tahap ini, ketika siswa akan menempelkan tanda bintang pada karya kelompoknya atau karya kelompok lain, konflik nilai akan terjadi. Konflik nilai yang paling penting adalah kejujuran. Apakah siswa berani jujur menilai berdasarkan perhargaan terhadap karya dan alasan yang terbaik, bukan berdasarkan hubungan kedekatan teman atau “ego” bahwa karya sendiri yang berhak mendapat bintang, atau karena iming-iming traktir saat istirahat sekolah.

Pada langkah ke lima yaitu beri hikmah. Guru dapat mengetahui alasan (reasoning) yang dikemukan para siswa, mengapa mereka menempelkan bintangnya pada kelompok tertentu. Dari alasan yang dikemukan oleh siswa, guru dapat mengidentifikasi nilai moral yang dianut siswa, apakah penilai siswa sudah berbasis kejujuran atau belum. Jika belum, maka guru pun dapat memberikan masukan berkaitan dengan hakekat kejujuran dalam menilai karya orang lain, berani mengatakan buruk jika memang buruk dan baik jika memang baik, menumbuhkan jiwa “sportifitas” pengakuan bahwa lawan memang lebih baik.

Jika langkah empat dan lima ini secara terus menerus diterapkan, maka akan terjadi sebuah “brainstroming” yang mampu menginternalisasi dan menjadi pembiasaan pada diri siswa. Paling tidak, langkah ini akan memberi sumbangan bagi terbangunnya mental kejujuran sejak dini.

Pembelajaran Matematika yang Bermakna

Proses pembelajaran matematika yang lebih baik dan bermutu harus segera diselenggarakan. Sudah bukan zamannya lagi matematika dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan bagi siswa di sekolah. Jika selama ini matematika dianggap hanya sebagai ilmu abstrak, hanya teoritis, dan kumpulan rumus-rumus,, maka sudah saatnya matematika dianggap sebagai sesuatu yang penting dan dirindukan oleh siswa. Oleh karena itu, seorang guru matematika harus mampu menghadirkan pembelajaran matematika yang menyenangkan dan humanis.

  1. Mengubah Paradigma Pembelajaran Matematika

Pada saat ini, di negara kita paradigma mengajar masih mendominasi kegiatan pembelajaran matematika di sekolah. Siswa masih dianggap sebagai obyek yang belum tahu apa-apa, kertas putih bersih yang harus diisi tulisan oleh guru, atau gelas kosong yang harus diisi air. Sebaliknya guru memposisikan diri sebagai manusia super yang mengetahui segalanya dan satu-satunya sumber ilmu. Guru ceramah, menggurui, dan otoritas tertinggi di kelas berada di tangan guru.

Penekanan yang berlebihan pada isi dan materi atau lebih dikenal dengan beban kurikulum diajarkan secara terpisah. Materi itupun diberikan dalam bentuk jadi dari buku yang bahasanya menggunakan bahasa orang pintar, sehingga dari segi bahasa pun siswa memahami kesulitan, apalagi materinya. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep materi matematika sangat lemah dan tidak mendalam. Alhasil, prestasi belajar matematika menjadi rendah.

Pengetahuan yang diterima secara pasif membuat matematika tidak bermakna bagi siswa. Paradigma mengajar seperti ini harus segera ditinggalkan di dalam kelas. Sudah saatnya paradigma mengajar diganti dengan paradigma belajar ketika berada dalam kelas. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivisme.

Dalam teori konstruktivisme, siswa tidak lagi sebagai obyek tetapi siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan lagi sebagai sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang harus diteliti, dipikirkan, dan dikonstruksi oleh siswa. Dengan demikian siswa sendirilah yang akan aktif belajar.

Hal ini menjadikan siswa harus aktif menemukan sendiri pengetahuan yang ingin mereka miliki. Maka disini tugas guru tidak lagi sebagai mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan bagaimana menciptakan suasana belajar dan merencanakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dimiliki oleh mereka sendiri. Sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa.

Kegiatan pembelajaran matematika di sekolah akan berjalan efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajarannya memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa meliputi latar belakang fisik, keluarga, sosial, ekonomi, budaya, agama dan kenyataan-kenyataan hidup lainnya. Pengertian-pengertian dan pemahaman-pemahaman yang dibawa siswa ketika memulai kegiatan belajar, perasaan, sikap, dan nilai-nilai yang diyakini siswa juga merupakan konteks nyata. Konsekuensinya, untuk mengubah pembelajaran matematika ke arah pendekatan konstruktivisme atau realistisme, pembelajaran matematika harus direncanakan dan dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap siswa dengan konteks dan keunikannya memdapatkan kesempatan untuk mengkonstruksi kembali pengetahuannya dengan strategi sendiri.

Dalam proses pembelajaran matematika, siswa sering kali mengalami kesulitan dalam aktivitas belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan bantuan dan dorongan kepada siswa dalam proses pembelajaran. Pemberian bantuan itu memungkinkan siswa memecahkan masalah, melaksanakan tugas, atau mencapai sasaran yang tidak mungkin diusahakan siswa sendiri. Bentuk bantuan dan dorongan bisa berbagai macam, tetapi tujuannya untuk memastikan agar siswa mencapai sasaran yang berada di luar jangkauan siswa. Bantuan dan dorongan yang diberikan misalnya pemberian petunjuk kecil, pemberian model prosedur penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam prosedur penyelesaian, mengarahkan siswa pada informasi tertentu, menawarkan langkah lain, dan usaha menjaga agar rasa frustasi siswa terhadap tugas tetap berada pada tingkat yang masih dapat ditanggung siswa. Dorongan menjadi pertanda interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi pengetahuan, keterampilan, dan disposisi, serta menjadi alat pembelajaran yang dapat mengurangi keambiguan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami perkembangan.

Mitos Masyarakat terhadap Matematika

Matematika berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Sejarah ilmu pengetahuan menempatkan matematika pada bagian puncak hierarki ilmu pengetahuan, seakan-akan menjadi ratu ilmu pengetahuan. Penempatan demikian ini bisa menimbulkan mitos bahwa matematika adalah penentu tingkat intelektualitas seseorang. Jika seseorang tidak mengerti matematika berarti dia tidak pintar. Padahal kepintaran seseorang itu beraneka macam. Ada yang sangat pintar dalam bidang sains, yang lainya di bidang seni, yang lainnya di bidang olahraga, namun tidak mengerti matematika.

Mitos yang demikian, selanjutnya bisa membentuk mitos-mitos lain. Karena dianggap sebagai penentu tingkat intelektual seseorang, matematika menjadi standar untuk tes-tes intelektual atau penempatan. Matematika selalu hadir dalam ruang-ruang tes untuk menyaring tingkat kemampuan seseorang. Akibatnya, matematika selalu berhubungan dengan penyelesaian yang dibatasi waktu dan melibatkan perhitungan-perhitungan.

Masyarakat juga memiliki persepsi negatif terhadap matematika. Kebanyakan sikap negatif terhadap matematika timbul karena kesalahpahaman atau pendangan yang keliru mengenai matematika. Untuk memahami matematika secara benar dan sewajarnya, pertama-tama perlu diklarifikasi beberapa mitos negatif terhadap matematika. Beberapa mitos itu antara lain:

  • Anggapan bahwa untuk mempelajari Matematika diperlukan bakat istimewa yang tidak dimiliki setiap orang.
    Kebanyakan orang berpandangan bahwa untuk dapat mempelajari matematika perlu kecerdasan yang tinggi, akibatnya mereka yang kecerdasanya rendah tidak termotivasi untuk belajar matematika.

  • Matematika adalah ilmu berhitung. Kemampuan berhitung memang tidak dapat dihindari ketika belajar matematika. Namun berhitung hanya sebagian kecil dari keseluruhan isi matematika. Selain mengerjakan pehitungan-perhitungan, orang juga berusaha memahami mengapa perhitungan itu dikerjakan dengan sesuatu cara tertentu.

  • Matematika hanya menggunakan otak.
    Aktivitas matematika memang memerlukan logika dan kecerdasan otak. namun logika dan kecerdasan saja tidak mencukupi. Untuk dapat berkembang, matematika membutuhkan kreativitas dan intuisi manusia seperti halnya seni dan sastra. Kreativitas dalam matematika menyangkut akal-budi, imajinasi, estetika, dan intuisi mengenai hal-hal benar. Para matematikawan biasanya mulai mengerjakan penelitian dengan menggunakan intuisi, dan kemudian membuktikan bahwa intuisi itu benar. Kekaguman pada segi keindahan dan keteraturan sering kali menjadi inspirasi dan motivasi bagi matematikawan untuk menciptakan terobosan baru dalam pengembangan matematika. Dengan kata lain, untuk mengembangkan matematika tidak hanya menggunakan otak kiri, tapi juga harus mampu menggunakan otak kanannya dengan seimbang.

  • Yang paling penting dalam matematika adalah jawaban yang benar.
    Jawaban yang benar memang penting dan harus diusahakan. Namun yang lebih penting adalah bagaimana memperoleh jawaban yang benar. Dengan kata lain, dalam menyelesaikan persoalan-persoalan matematika, yang lebih penting adalah proses, penalaran, dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan persoalan tersebut sampai akhirnya menghasilkan jawaban yang benar.

  • Kebenaran dalam matematika bersifat mutlak.
    Kebenaran dalam matematika sebenarnya bersifat nisbi. Kebenaran matematika tergantung pada kesepakatan awal yang disetujui bersama yang disebut postulat atau aksioma. Bahkan ada anggapan tidak ada kebenaran(truth) dalam matematika bahwa matematia, yang ada hanyalah keabsahan (validity), yaitu penalaran yang sesuai dengan aturan logika yang digunakan manusia pada umumnya.
  • Matematika tidak berguna dalam kehidupan. Kebanyakan masyarakat yang berpendapat seperti ini disebabkan selama menempuh pelajaran matematika di bangku sekolah, guru jarang atau hampir tidak pernah memberikan informasi mengenai penerapannya dalam kehidupan nyata. Kebanyakan guru hanya memberikan materi yang berorientasi agar siswa dapat mengerjakan soal-soal dengan lancar dan mendapatkan nilai yang tinggi dan memuaskan.

Matematikawan Dunia

Rene Descartes

Rene Decartes dikenal sebagai ahli filsafat modern pertama yang besar. Ia juga penemu biologi modern, ahli fisika, dan matematikawa.

Descartes lahir di Touraine, Perancis, putra seorang ahli hukum, yang lumayan kekayaannya. Ayahnya mengirim dia ke sekolah Jesuit pada umur delapan tahun. Karena kesehatannya yang kurang baik, Descartes diizinkan menghabiskan waktu paginya belajar di tempat tidur, suatu kebiasaan yang dipandangnya berguna sehingga dilanjutkannya sepanjang hidupnya.

Pada umur 20 tahun ia mendapat gelar sarjana hukum (dapat dibayangkan seorang SH yang juga ahli matematika) dan selanjutnya menjalani kehidupan seorang yang terhormat, menjalani dinas militer beberapa tahun dan tinggal beberapa waktu di Paris dan kemudian di Belanda. ia pergi ke Swedia diundang untuk mengajari Ratu Christina dimana ia meninggal karena pneumonia pada tahun 1650.

Descartes menyelidiki suatu metode berpikir yang umum yang akan memberikan pertalian pada pengetahuan dan menuju dalam ilmu-ilmu. Penyelidikan itu mengantarnya pada matematika yang ia simpulkan sebagai sarana pengembangan kebenaran di segala bidang. Karya matematikanya yang paling berpengaruh adalah La Geometrie, yang diterbitkan tahun 1637. Di dalamnya ia mencoba suatu penggabungan dari geometri tua dan patut dimuliakan dengan aljabar yang masih bayi pada waktu itu. Bersama dengan seorang Perancis lainnya, Pierre Fermat (1601-1665), ia diberi pujian dengan gabungan tersebut yang saat ini kita sebut sebagai geomtri analitik, atau geometri koordinat. Pengembangan lengkap kalkulus tidak mungkin ada tanpa dia.

Augustin Louis Cauchy

Lahir di Paris dan dididik di Ecole Polytechnique. Karena kesehatan yang buruk ia dinasihati untuk memusatkan pikiran pada matematika. Selama karirnya, ia menjabat mahaguru di Ecole Polytechnique, Sorbonne, dan College de France. Sumbangan-sumbangan matematisnya cemerlang dan mengejutkan dalam jumlahnya. Produktivitasnya sangat hebat sehingga Academy Paris memilih untuk membatasi ukuran makalahnya dalam majalah ilmiah untuk mengatasi keluaran dari Cauchy.

Cauchy seorang pemeluk Katolik saleh dan pengikut raja yang patuh. Dengan menolak bersumpah setia kepada pemerintah Perancis yang berkuasa dalam tahun 1830, ia mengasingkan diri ke Italia untuk beberapa tahun dan mengajar di beberapa tahun dan mengajar di beberapa institut keagamaan di Paris sampai kesetiaan dihapuskan setelah revolusi 1848.

Cauchy mempunyai perhatian luas. Ia mencintai puisi dan mengarang suatu naskah dalam ilmu persajakan bahasa Yahudi. Keimanannya dalam beragama mengantarnya mensponsori kerja sosial untuk ibu-ibu tanpa nikah dan narapidana.

Walaupun kalkulus diciptakan pada akhir abad ke 17, dasar-dasarnya tetap kacau dan berantakan sampai Cauchy dan rekan sebayanya (Gauss, Abel, dan Bolzano) mengadakan ketelitian baku. Kepada Cauchy kita berhutang pemikiran pemberian dasar kalkulus pada definisi yang jelas dari konsep limit. Semua buku ajar modern mengikuti, paling sedikit dalam intinya, penjelasan kalkulus yang terinci oleh Cauchy.

Gottfried Wilhelm Leibniz

Leibniz adalah seorang jenius universal, seorang pakar dalam hukum, agama, filsafat, kesusasteraan, politik, geologi, sejarah, dan matematika. Lahir di Leipzig, Jerman, ia mendaftar di universitas Leipzig dan menggondol doktor dari universitas Altdorf. Seperti Descartes, yang karyanya ia pelajari, Leibniz mencari suatu metode universal dengan mana ia dapat memperoleh pengetahuan dan memahami kesatuan sifat-sifat dasarnya. Salah satu keinginan besarnya adalah mendamaikan keyakinan Katolik dan Prostestan.

Bersama dengan Isacc Newton, ia membagi penghargaan untuk penemuan kalkulus. Masalah prioritas menyebabkan pertentangan yang tidak henti-hentinya antara pengikut dua orang besar ini, satu Inggris, yang lainnya Jerman. Sejarah menjadi hakim bahwa Newton lah yang pertama mempunyai pemikiran utama (1665-1666), tetapi bahwa Leibniz menemukan mereka secara tersendiri selama tahun 1673-1676. Dengan kebesarannya itupun, Leibniz tidak menerima kehormatan seperti yang dicurahkan pada Newton. Ia meninggal sebagai orang kesepian, pemakamannya hanya dihadiri seorang pelayat yaitu sekretarisnya.

Mungkin Leibniz lah pencipta lambang-lambang matematika terbesar. Kepadanya kita berhutang nama-nama kalkulus diferensial dan kalkulus integral, sama halnya seperti lambang baku dy/dx dan untuk turunan dan integral. Istilah fungsi dan penggunaan secara konsisten dari = untuk kesamaan merupakan sumbangan-sumbangan lainnnya. Kalkulus berkembang jauh lebih cepat di daratan Eropa daripada di Inggris, sebagian besar disebabkan oleh keunggulan perlambangannya.

Isaac Newton

Lahir dari keluarga petani Inggris pada tahun 1642, Isaac Newton sebagai pemuda remaja memperlihatkan sedikit harapan akademik. Ia bosan dengan sekolah, lebih senang membuat layangan, roda air, jam, dan perkakas lain. Seorang paman pertama kali mengenali bakat luar biasa anak tersebut; ia membujuk ibu Newton untuk memberangkatkan Newton ke Trinity College dari Universitas Cambrigde. Disana ia kena pengaruh Isaac Barrow, seorang pakar ilmu agama dan mahaguru matematika. Barrow melihat di dalam diri Newton kemampuan yang lebih besar daripada dirinya dan menyerahkan kemahaguruannya kepada Newton pada umur Newton hanya 26.

Sebelum itu, sesaat setelah diwisuda dari trinity, Newton pergi pulang untuk menghindari wabah penyakit pes 1664-1665. Selama 18 bulan, sejak Januari 1665, ia menekuni masalah-masalah matematika dan ilmu yang terkemuka. Tidak terdapat kejeniusan yang dapat dibandingkan penuh dalam sejarah ilmu. Dalam waktu singkat tersebut, Newton menemukan teorema binomial umum, elemen dari kalkulus diferensial maupun integral, teori warna-warna, dan hukum gravitasi universal. Lagrange memuji bahwa Newton lah jenius terbesar yang pernah hidup dan yang paling mujur, karena hanya sekali sistem semesta dapat dikembangkan.

Sama seperti banyak ilmuwan sebayanya, Newton adalah sorang pemeluk agama yang saleh dan dikatakan telah memberikan waktu yang sama banyaknya untuk mempelajari Injil dan untuk matematika. Ia meninggal sebagai seorang terhormat pada usia 85 dan dimakamkan dengan kebesaran bangsanya di Westminster Abbey.

Bernhard Riemann

Bernhard Riemann menerima pendidikan dini dari ayahnya, seorang pendeta Protestan Jerman. Pada waktu ia memasuki pendidikan tinggi tahun 1846, maksudnya adalah untuk mempelajari ilmu agama dan ilmu bahasa. Beruntung untuk dunia matematika, ia memilih Universitas Gottingen, yang telah dan selama 100 tahun berikutnya tetap merupakan pusat matematika dunia. Di sana ia kena pengaruh W. E. Weber, seorang fisikawan kelas satu dan Karl F. Gauss, matematikawan terbesar saat itu. Seseorang tidak perlu menginginkan guru yang lebih baik. Pada tahun 1851 ia menerima Ph.D nya di bawah Gauss, setelah itu ia tinggal di Gottingen untuk mengajar. Ia meninggal kaarena TBC, 15 tahun kemudian.

Hidupnya singkat, hanya 39 tahun. Ia tidak mempunyai waktu untuk menghasilkan karya matematika sebanyak yang dihasilkan Cauchy atau Euler. Tetapi karyanya mengagumkan untuk kualitas dan kedalamannya. Makalah-makalah maatematisnya menetapkan arah baru dalam teori fungsi kompleks memprakarsai studi mendalam dari apa yang sekarang ini disebut topologi, dan dalam geometri memulai perkembangan yang memuncak 50 tahun kemudian dalam teori relativitas Einstein.

Kita asosiasikan Reimann dengan bab ini, karena walaupun Newton dan Leibniz keduanya mempunyai ssuatu versi tentang integral dan mengetahui Teorema Dasar dari kalkulus integral, Riemannlah yang memberi kita definisi modern tentang integral tentu. Untuk menghormatinya, disebut integral Riemann.

Pustaka : Kalkulus dan Geometri Analitis (Edwin J Purceell-Dale Varberg)

Hakim Tertinggi Matematika

Kebenaran merupakan hal teramat penting dalam ilmu pengetahuan maupun di luar ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari juga dikenal kebenaran dan ketidakbenaran. Tindakan atau ucapan seseorang sering digolongkan kepada "benar" dan "tidak benar", meski dalam perkembangannya dimungkinkan penggolongan itu tidak dapat dikotomik seperti itu. Sesuatu yang dinilai benar atau salah umumnya dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau statement. Sebuah mobil berjalan kearah tertentu. Keadaan ini dapat diungkap dalam sebuah pernyataan. Misalnya : "Mobil merah itu berjalan ke utara". Pernyataan ini dapa diperiksa kebenarannya dengan benar-benar melihat apakah mobilnya berwarna merah dan berjalannya ke arah utara. Dengan demikian terhadap pernyataan itu dapat diberikan nilai benar atau mungkin salah. Misalnya "Pak Guru Memukul muridnya yang bernama Deni". Seperti contoh mobil, pernyataan ini pun dapat bernilai benar atau mungkin bernilai salah sesuai kecocokannya isinya atau intensi pernyataan itu.

Seorang siswa SMP mengatakan "Setengah sudut A adalah 30o". Ucapan siswa tersebut merupakan sebuah pernyataan. Kebenaran atau kesalahan pernyataan itu harus dirujukkan pada pernyataan-pernyataan terdahulu. Pernyataan terdahulu misalnya "besar sudut A adalah 60o", tentu saja pernyataan siswa itu bernilai benar. Tetapi kalau definisi besar sudut belum ada maka pernyataan siswa tersebut belum dapat dikatakan benar atau salah.

Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan pernyataan yang dapat dianggap mewakili kondisi tertentu penilaian benar atau tidak benar dapat dilakukan. Dari itu jelas bahwa pernyataan menduduki tempat yang penting dalam hal "nilai kebenaran" atas sesuatu hal.

Dalam keilmuan biasanya dikenasl tiga jenis kebenaran, yaitu:

  1. Kebenaran konsistensi atau koherensi
  2. Kebenaran korelasional
  3. Kebenaran Pragmatik

Kebenaran konsistensi

Kebenaran konsistensi adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan kepada kebenaran-kebenaran yang diterima terlebih dahulu. Pada dasarnya kebenaran yang ada pada matematika adalah kebenaran konsistensi. Kebenaran suatu teorema dalam matematika dibuktikan dengan menggunakan kebenaran pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima nilai kebenarannya.

Kebenaran Korelasional

Kebenaran korelasional adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan kepada kecocokannya dengan kenyataan yang ada. Sebagai contoh banyak dijumpai dalam sains. Kalau ada pernyataan "logam jika dipanaskan akan memuai", kebenaran pernyataan ini diyakini melalui kecocokannya dengan realitas "suatu loga benar-benar dipanaskan". Kalau ada pernyataan Tokyo adalah ibukota Indonesia", kita dapat langsung mengatakan bahwa pernyataan itu bernilai salah. Itu dilakukan karena pernyataan itu tidak cocok dengan realitasnya.

Kebenaran Pragmatik

Kebenaran pragmatik adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan atas manfaat atau kegunaan dari intensi pernyataan itu. Contoh tentang logam yang dipanaskan akan memuai di atas juga dapat dikatakan sebagai kebenaran pragmatik karena pernyataan itu dapat dimanfaatkan, misalnya dalam pemasangan rel kereta api.

Ketidakmungkinan suatu struktur matematika tertentu memuat suatu kontradiksi

Perhatikan pendefinisian sudut berikut:

Model A : Sudut adalah bangun yang terjadi jika dua sinar berpangkal sama.

Model B : Sudut adalah daerah bidang yang dibatasi oleh dua sinar berpangkal sama.

Dengan menggunakan definisi model A belum dapat menentukan besar sudut, titik dalam sudut, dan setengah sudut. Perlu didefinisikan daerah sudut. Dengan menggunakan definis model B sudah dapat menentukan besar sudut, titik dalam sudut, dan setengah sudut.

Diberikan dua pernyataan:

a. Sebuah garis lurus memotong sebuah sudut tepat pada dua buah titik.

b. Sebuag garis lurus memotong sebuah sudut pada tak hingga titik.

Manakah diantara kedua pernyataan diatas yang benar? Untuk menyatakan apakah kedua pernyataan benar atau salah, harus ditunjukkan model yang digunakan. Pernyataan a benar dalam model A, tetapi tidak benar pada model B, kecuali ditambah terlebih dahulu suatu definisi tertentu yang terkait dengan kaki sudut.

Uraian di atas menunjukkan bahwa hakim tertinggi atau penentu kebenaran suatu pernyataan dalam matematika adalah struktur yang disepakati untuk digunakan. Hakim atau penentu kebenaran suatu pernyataan dalam matematika adalah strukturnya. Pengertian sudut yang dipahami pada kurikulum kita adalah model A, sehingga pendefinisian model A juga digunakan medefiniskan segitiga atau bangun geometri datar lainnya. Dalam hal ini yang dimaksud segitiga adalah kerangkanya, sehingga untuk strukturnya diperlukan pengertian daerah segitiga yang berakibat terhadap luas daerah segitiga yang seterusnya disingkat luas segitiga.

Berpikir Matematis : Berpikir Aksiomatis

Berpikir matematis merupakan kegiatan mental yang dalam prosesnya selalu menggunakan abstraksi atau generalisasi. Dalam proses aktivitas ini, salah satu hal penting yang diusung oleh para ilmuwan di era Euclids adalah berpikir aksiomatis.

Berpikir aksiomatis adalah suatu pernyataan yang dibuat mesti berlandaskan pada pernyataan sebelumnya, pernyataan sebelumnya harus berlandaskan pernyataan sebelumnya lagi dan seterusnya, sehingga sampai pada pernyataan yang paling awal diajukan. Pernyataan yang paling awal diajukan deianggap benar dan jelas dengan sendirinya. Penyataan awal tersebut disebut aksioma atau postulat. Dengan aksioma kita tidak perlu lagi membuktikan kebenarannya, dan kebenaran tersebut kita terima begitu saja karena sudah jelas dengan sendirinya.

Pada hakikatnya, landasan berpikir matematis itu merupakan kesepakatan-kesepakatan yang disebut dengan aksioma. Dengan aksioma-aksioma inilah matematika berkembang menjadi banyak cabang matematika. Karena landasanya adalah aksioma, maka matematika merupakan sistem aaksiomatik. Dalam sistem yang aksiomatik inilah kumpulan-kumpulan aksioma-aksioma itu memiliki sifat taat asas (consistent), dengan hubungan antar aksioma adalah saling bebas (adjoint).

Agar berpikir aksiomatis ini sah dan benar, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:

  • harus ada konssistensi antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain. Tidak boleh ada pernyataan yang kontradiktif. Dalam hal ini berlaku dalil : jika P=Q, dan Q=R maka P=Q.
  • setiap pernyataan yang disusun harus dapat menghasilkan satu atau lebih pernyataan yang lain. Misalnya pernyataan : Setiap orang perlu makan. Apakah dari pernyataan ini ada pernyataan lain yang dapat diturunkan? Orang perlu makan untuk bertahan hidup, orang perlu bertahan hidup untuk beribadah, dan seterusnya.
  • setiap aksioma yang ditetapkan harus bebas dari aksioma yang lain. Selama masih terkait dengan pernyataan yang lain, maka pernyataan itu belum disebut aksioma. Euclids menyajikan sejumlah aksioma, diantaranya:
    • Jika A=B maka berlaku B=A
    • Jika A=B dan C=D maka berlaku A+C=B+D
    • Jika A=B dan C=D maka berlaku A-C=B-D
    • Keseluruhan lebih besar dari sebagian
    • Hanya dapat dibuat sebuah garis dari sebuah titik ke sebuah titik yang lain.
    • Semua sudut siku-siku selalu sama dengan sudut siku-siku yang lain.

Dari suatu aksioma dapat diturunkan suatu dalil. Misalnya dari aksioma 5 dapat diturunkan pernyataan berikut: melalui sebuah titik P yang berada di luar garis g, hanya dapat dibuat satu garis lain l yang tegak lurus dengan garis g. Karena ini merupakan hasil turunan dari pernyataan yang lain, maka pernyataan ini bukan aksioma, bukan postulat. Karena itu, kebenarannya harus dibuktikan.

Cara berpikir aksiomatis ini merupakan salah satu tonggak utama perkembangan matematika era Yunani. Dua tonggak yang lain adalah berkaitan dengan ketakberhinggan, limit, dan proses penjumlahan. Masalah tak berhingga dan limit pada zaman itu belum dapat dijawab sampai dengan ditemukan cabang matematika yang lain yang disebut kalkulus. Tonggak lain berkaitan dengan geometri tingkaat lanjut, yaitu membicarakan selain garis lurus dan lingkaran.

Aksioma-aksioma yang digunakan untuk menyusun sistem matematika itu menentukan bentuk sistem matematika itu sendiri. Apabila aksiomanya diubah, sistemnya pun ikut berubah, sehingga teorema-teorema yang diperoleh dari aksioma-aksioma yang mempergunakan penalaran itu akan berubah pula.

Dalam semua penalaran deduktif, kesimpulan yang ditarik merupakan akibat logis dari alasan-alasan yang bersifat umum menjadi hal yang bersifat khusus. Dengan alasan-alasan yang bersifat umum yang mendasarinya, maka kesimpulan tidak perlu lagi diragukan lagi. Penerapan cara berpikir deduktif ini akan menghasilkan teorema-teorema. Dan teorema-teorema inilah yang selanjutnya digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah, baik dalam matematika sendiri maupun ilmu lain.

Perumusan yang diperoleh dari penalaran induktif bukan termasuk kategori berpikir matematika. Menalar secara induktif (bedakan dengan pembuktian metode induksi matematik) memerlukan pengamatan, yang akan digunakan sebagai dasar argumentasi, sebab penarikan kesimpulannya berasal dari alasan-alasan yang bersifat khusus menjadi bersifat umum. Meskipun pengamatan itu terbatas dan tidak cermat. Dengan demikian, hasil pengamatan tidak akan memperoleh hasil akhir atau kesimpulan yang sahih.

Berpikir deduktif digunakan untuk menentukan agar kerangka pemikiran itu koheren dan logis. Matematika yang logis itu dapat menemukan pengaturan baru dari pengetahuan sebelumnya yang sudah diketahui. Walaupun matematika itu menggunakan penalaran deduktif, dalam proses kreatifnya kadang-kadang juga menggunakan intuisi, imajinasi, penalaran induktif, atau bahkan coba-coba (trial and error). Tetapi, pada akhirnya penemuan dari proses kreatif harus diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif.

Sebagai landasan matematika, aksioma dapat diperoleh dari dunia nyata atau alam sekitar, sebagai sumber inspirasi yang selanjutnya diabstraksikan dan digeneralisasikan dengan menggunakan simbol-sombol. Dengan menggunakan bahasa matematika yang penalarannya deduktif, diperoleh teorema, yang kemudian dikembangkan menjadi teorema-teorema yang pada akhirnya dapat diaplikasikan terhadap ilmu-ilmu lain, yang bermanfaat untuk kehidupan di dunia ini.

Sumber :Mathematical Intelegence (Moch. Masykur Ag & Abdul Halim Fathani)

Strategi Pemecahan Masalah Matematika

Berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya merupakan ciri khas makhluk hidup yang berakal. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan sesuatu yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikan. Ini adalah salah satu kompetensi yang harus ditumbuhkan pada diri siswa. Kompetensi seperti ini ditumbuhkan melalui bentuk pemecahan masalah.

Pembelajaran pemecahan masalah tidak sama dengan pembelajaran soal-soal yang telah diselesaikan (solved problems). Pada pemecahan masalah kita memberikan bekal kepada siswa berbagai teknik penyelesaian untuk menyelesaikan masalah. Strategi ataupun taktik untuk menyelesaikan masalah dengan cara ini disebut heuristics, karena pada dasarnya pembelajar harus dapat menemukan sendiri.

Terdapat berbagai strategi dalam pemecahan masalah, dari yang sederhana samapai strategi yang cukup kompleks. Diantaranya menerka dan menguji kembali, membuat daftar yang teratur, mengasumsikan jika sebagian dari masalah telah terselesaikan, menghapuskan beberapa kemungkinan, menyelesaikan masalah yang setara, menggunakan simetri, memperhatikan hal khusus, menggunakan alasan langsung, menyelesaikan sutau persamaan, melihat pola yang muncul, mengskets suatu gambar, memikirkan masalah sejenis yang telah diselesaikan, menyelesaikan masalah yang lebih sederhana, menyelesaikan masalah yang mirip, bekerja mundur dan menggunakan formula atau rumus.

Menurut Polya ada 4 langkah yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan masalah matematika, yaitu:

  1. Memahami masalah yang ada
    1. Apakah kita mengetahui arti semua kata yang digunakan? Jika tidak carilah di indeks, kamus, definisi, dan lainnya
    2. Apakah kita mengetahui yang dicari atau ditanya?
    3. Apakah kita mampu menyajikan masalah dengan menggunakan kata-kata sendiri?
    4. Apakah masalah dapat disajikan dengan cara lain?
    5. Apakah kita dapat menggambar sesuatu yang dapat digunakan sebagai bantuan?
    6. Apakah informasi cukup untuk menyelesaikan masalah?
    7. Apakah informasi berlebihan?
    8. Apakah ada yang perlu dicari sebelum mencari jawaban dari masalah?


  2. Menyusun suatu strategi
    1. Jangan ragu-ragu untuk mencoba salah satu dari strategi untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah yang kita hadapi.
    2. Pada umumnya, strategi yang berhasil ditemukan setelah beberapa kali mencoba strategi yang gagal. Kegagalan adalah satu langkah kecil untuk mencapai tujuan dalam pemecahan masalah.


  3. Melakukan strategi yang terpilih
    langkah ini lebih mudah dibandingkan menyusun strategi. Disini hanya diperlukan kesabaran dan kehati-hatian untuk menjalankan strategi.

  4. Melihat kembali pekerjaan yang telah dilakukan
    Selanjutnya, jika perlu menyusun strategi baru yang lebih baik atau menuliskan jawaban dengan lebih baik berada di langka ini.

Di Amerika Serikat, penyelidikan tentang Pemecahan Masalah telah dilakukan beberapa puluh tahun yang lalu. Diantaranya penyelidikan dilakukan oleh Dodson (1971), Hollander (1974). Menurut mereka kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan adalah:

  1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika;
  2. Kemampuan mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi;
  3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih prosedur yang benar;
  4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan;
  5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa;
  6. kemampuan untuk memvisualisasi dan mengimplementasi kuantitas atau ruang;
  7. Kemampuan untuk memperumum (generalisasi) berdasarkan beberapa contoh;
  8. Kemampuan untuk menganti metode yang telah diketahui;
  9. Mempunyai kepercayaan diri yang cukup dan merasa senang terhadap materinya.

Selain kemampuan di atas, siswa mempunyai keadaan yang tentu untuk masa yang akan datang sehingga dengan percaya diri dapat mengembangkan kemampuan tersebut.

Menurut mereka, untuk mengembangkan kemampuan di atas, guru memberikan hal berikut:

  1. Ajari siswa dengan berbagai strategi yang dapat digunakan untuk berbagai masalah;
  2. Berikan waktu yang cukup untuk siswa mencoba masalah yang ada;
  3. Ajaklah siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara lain;
  4. Setelah masalah terselesaikan, ajaklah siswa untuk melihat kembali, melihat kemungkinan lain, mengatakan dengan bahasa mereka sendiri, kemudian ajaklah untuk mencari penyelesaian dengan cara yang lebih baik;
  5. Jika kita berhadapan dengan masalah yang sulit, tidak berarti kita harus menghindar. Tetapi gunakan cukup waktu untuk mengulang dan mengerjakan masalah yang lebih banyak, Mulailah dengan mengerjakan masalah serupa, dan kemudian masalah-masalah yang menantang.;
  6. Fleksibelitas di dalam pemecahan masalah merupakan perilaku belajar yang baik.

Matematika dan Kita

Tidak dapat dipungkiri kebanyakan dari guru mempunyai pengalaman tidak menyenangkan sewaktu mempelajari matematika di SD, SMP, atau SMA. Kenyataan ini tidak jarang berubah menjadi suatu kebencian terhadap apa saja yang berhubungan dengan matematika. Bahwasanya matematika tidak disenangi di masyarakat, antara lain ditunjukkann oleh sikap sebagian besar masyarakat yang phobi terhadap matematika. Sebagian masyarakat menganggap matematika kurang bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak jarang timbul pertanyaan apa manfaat matematika dalam kehidupan mereka sehari-hari? Jelaslah bahwa matematika pada taraf yang lebih lanjut tidak ada gunanya ketika berjual beli beras. Taraf ketidakgunaannya sama dengan ilmu bedah. Tapi itu tidak berarti bahwa kita boleh menjatuhkan putusan bahwa matematika hanya boleh diketahui oleh sekumpulan orang tertentu saja. Secara langsung kemampuan spasial seorang dokter bedah akan sangat membantu untuk menentukan letak organ tubuh bagian dalam dari seorang pasiennya.

Tidak banyak yang menyadari bahwa dibalik setiap teknologi yang dapat menghemat tenaga, sumber daya dan pikiran telah digunakan terlebih dahulu berbagai hasil pemikiran matematika. Bagaimana dapat kita ramalkan bahwa hujan pertama yang akan turun di berbagai wilayah Indonesia pada musim hujan tahun depan? bagaimana dapat kita ketahui berapa banyak beras yang harus kita import tahun depan untuk menutupi kekurangan produksi beras dalam negeri?. Semuanya didasarkan atas catatan data pada waktu sebelumnya, yang kemudian dicari pola-pola keteraturannya dengan menggunakan matematika, untuk kemudian digunakan alat peramal.

Bagaimana pula dapat diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dalam membangun gedung pencakar langit tahan terhadap gempa bumi dengan kekuatan tertentu? Semua didasarkan atas perhitungan-perhitungan matematika. Sayangnya semua jerih payah yang dicurahkan untuk perhitungan tidak tampak pada gedung. Yang tampak hanyalah suatu hasil karya cipta seorang ahli bangunan, sehingga orang cenderung lebih berminat untuk masuk jurusan teknik sipil atau arsitektur daripada memasuki jurusan matematika.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu jawabannya adalah masyarakat termasuk guru belum semuanya memahami tentang apa dan bagaimana matematika itu. Guru matematika akan mampu menggunakan matematika untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, bila ia memahami dengan baik matematika yang akan digunakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan tersebut. Apabila pemahaman guru terhadap matematika kurang baik berakibat penggunaan matematika sebagai wahana pendidikan tidak dapat tercapai seperti yang diharapkan.

Matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya dapat digunakan untuk mencapai satu tujuan, misalnya mencerdaskan siswa, tetapi dapat juga membentuk kepribadian siswa serta mengembangkan keterampilan tertentu. Hal ini mengarahkan perhatian kepada pembelajaran nilai-nilai dalam kehidupan melalui matematika seperti jujur, disiplin tepat waktu dan tanggung jawab. Untuk itu siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih, dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan itu membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama yang efektif. Cara berpikir seperti itu dapat dikembangkan melalui belajar matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa berpikir rasional. Implikasinya siswa perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, yang merupakan penguasaan kecakapan matematika untuk dapat memahami dunia dan berhasil dalam karirnya. Kecakapan matematika yang ditumbuhkan pada siswa merupakan mata pelajaran matematika kepada pencapaian kecakapan hidup yang ingin dicapai melalui pembelajaran matematika.

Bagaimana seorang guru berusaha menguasai matematika yang akan diajarkannya serta bagaimana mengajarkannya kepada siswa merupakan seni atau kita tersendiri. Tidak benar kalau anggapan bahwa seorang yang telah menguasai matematika dengan baik akan sendirinya mampu mengajarkannya dengan baik pula.

Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif dapat juga bersama-sama digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Penerapan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan komunikatif.

Keabstrakan objek-objek matematika perlu diupayakan agar dapat diwujudkan secara lebih konkret, sehingga akan mempermudah siswa memahaminya. Inilah kunci penting yang harus diketahui guru matematika, dan diharapkan dapt dijadikan pendorongh lebih kreatif dalam merencanakan pembelajaran.

Teknik/Model Pengajaran dalam Sistem Pendidikan Islam

eknik pengajaran saat ini telah berkembang sangat pesat dan memiliki banyak ragam. Dan selama teknik pengajaran tersebut dimaksudkan untuk mengefektifkan metode berpikir rasional (aqliyah) pada siswa, serta tidak melanggar hukum syara’ maka dalam hal ini pengajar diberikan kebebasan untuk memilih mana tekhnik mengajar yang paling tepat. Dibutuhkan kreatifitas dari para pengajar untuk mengetahui tekhnik mana yang paling tepat untuk digunakan dalam pengajaran materi pelajaran tertentu.

Islam mengajarkan bahwa metode berpikir rasional memang menjadi dasar berpikir dalam memecahkan berbagai masalah kehidupan. Dengan berpikir rasional, kita diajak untuk berpikir/melihat sesuatu dari yang umum/global terlebih dahulu baru berpikir detail/ cabangnya. Misalkan ketika kita mempelajari tentang manusia, maka hendaknya kita mempelajari dulu sifat dan karakternya secara umum, sebelum detail kehidupan dan aktifitasnya. Mempelajari kata-kata yang menunjukkan makna terlebih dahulu sebelum mempelajari huruf-hurufnya, dan mempelajari makna umum dan pemikiran mendasar pada suatu teks (nash) terlebih dahulu sebelum bagian-bagian atau cabang-cabangnya.

Penggunaan metode berpikir ilmiah hanya dibenarkan jika digunakan khusus untuk materi yang bisa diindra dan layak digunakan pada ilmu-ilmu terapan. Karena dalam metode ilmiah, seringkali kita diminta untuk menafikkan adanya informasi terdahulu serta membutuhkan perlakuan-perlakuan khusus. Sedangkan dalam kehidupan, tidak semua yang diperlakukan sama akan menghasilkan sesuatu yang sama (pasti). Sehingga itu juga menjadi salah satu alasan, jika metode berpikir ilmiah bertentangan dengan metode berpikir rasional, maka yang dipakai adalah metode berpikir rasional.

Sedangkan metode berpikir logis/ mantiq bukan termasuk metode berpikir dan tidak bisa meningkat ke proses metode ilmiah. Kebenaran hasil dari proses berpikir mantiq sangatlah bergantung pada nilai kebenaran dari premis-premis yang diberikan, serta urutannya. Jika premis-premisnya tepat dan urutannya pun juga tepat, maka bisa jadi kesimpulannya juga tepat. Tapi jika tidak, kesimpulannya bisa saja ngawur. Karena kebenaran berpikir logis sangat bergantung pada kaidah-kaidah yang telah ada. Sebenarnya, kaidah berpikir logis ini dirancang untuk digunakan dalam bahasa pemrograman komputer, bukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Paradigma Pendidikan Islam

Beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan dalam kerangka Islam:

  • Islam meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir islami) dan nafsiyah islamiyah (pola sikap yang islami).
  • Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal shaleh dan ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan. Perhatikan bagaimana Al Quran mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal shaleh).
  • Pendidikan ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan meminimalisir aspek yang buruknya.
  • Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia. Al quran mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah (teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan hari akhirat”.

Posisi Kafir Dzimmi dalam Sistem Pendidikan Islam

Kafir dzimmi adalah warga negara daulah khilafah islamiyah yang tetap dalam keyakinan mereka. Bagi kafir dzimmi yang mau menunjukkan ketundukan dan mau diatur dalam sistem masyarakat islam, akan dilindungi hak dan darahnya.

Sebagaimana warga negara yang lain, kafir dzimmi juga mendapatkan pelayanan yang serupa dan sama baiknya. Tidak ada pembedaan antara muslim ataupun tidak dalam hal pelayanan kesehatan, pendidikan, ataupun yang lain.

Dalam masalah pendidikan, seorang anak kafir dzimmi duduk di bangku sekolah dan belajar bersama-sama dengan siswa muslim. Mereka mendapatkan materi pelajaran yang sama dengan siswa manapun. Ketika siswa muslim belajar matematika, begitupun mereka. Ketika siswa muslim belajar ilmu pengetahuan alam dan ketrampilan, begitu juga dengan mereka. Dan ketika siswa muslim belajar tsaqafah islam dan hukum-hukumnya, siswa kafir dzimmi itupun mendapatkan pelajaran yang sama.

Memang, bisa jadi saat belajar tentang tsaqafah dan hukum-hukum islam akan terdapat pertarungan pemikiran pada siswa tadi. Jika hidayah itu datang padanya, maka siswa tadi bisa jadi akhirnya memilih menjadi muslim. Pendidikan memang salah satu cara dakwah yang paling efektif, mengenalkan islam sejak dini kepada manusia.

Tetapi seandainya siswa tadi memilih tetap pada keyakinannya pun, negara akan membiarkan. Tidak ada paksaan dari siapapun untuk memilih agama dan keyakinan. Masing-masing ada pertanggungjawabannya. Siswa tadi akan mempelajari hukum-hukum islam sebagai pengetahuan bagaimana semestinya hukum-hukum islam diterapkan. Dia belajar sebagaimana saat ini siswa-siswi kaum muslimin mempelajari bagaimana sistem hukum sekuler yang saat ini diterapkan pada mereka (baca:kita). Makanya tidak mengherankan pada saat khilafah ditegakkan, bisa didapati adanya orang non-muslim yang sangat faqih terhadap hukum-hukum islam dengan pemahaman yang benar. Sebagaimana Salim Al Baz, seorang kafir dzimmi, yang telah mensyarah(memberikan penjelasan) terhadap Al Majalah(Al AhkamAl ’Adliyah), yaitu perundang-undangan yang lahir dari hukum-hukum islam yang berlaku pada masa khilafah Ustmaniyah.

Guru dalam Sistem Pendidikan Islam

Para ulama telah menulis banyak kitab untuk menjelaskan mengenai kewajiban dan hak para guru dan siswa, serta sifat-sifat yang harus dimiliki oleh keduanya dalam proses belajar mengajar. An Nimari Al Qurthubiy misalnya telah menulis dalam kitabnya Jami’ bayaanil ‘ilmi wa fadhlih mengenai perilaku guru dan siswanya, begitu pula Imam Al Ghazali dalam kitab Fatihatul ‘Ulum dan Ihya Ulumuddin menjelaskan tentang sifat-sifat kesucian, penghormatan, dan menempatkan guru langsung berada setelah kedudukan para nabi.

Rasulullah saw. bersabda: “Tinta para ulama lebih baik dari darahnya para syuhada”. Begitu pula seorang penyair Arab, Syauqiy bek mengakui pula tentang nilai seorang guru dengan pernyataannya: “Berdiri dan hormati guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang rasul”.

Guru merupakan spiritual father bagi siswanya. Hal ini disebabkan guru memberikan bimbingan jiwa siswanya dengan ilmu, mendidik dan meluruskan akhlaknya. Menghormati guru berarti penghormatan terhadap anak-anak kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang. Bahkan Abu Dardaa melukiskan hubungan guru dan murid itu sebagai pertemanan dalam kebaikan dan tanpa keduanya maka tidak ada kebaikan.

Terdapat sebuah perbandingan, pada abad pertengahan seorang guru di sekolah-sekolah Barat telah diperlakukan dengan sifat keras dan kasar. Ia harus bersumpah di hadapan dekan untuk taat pada atasan, menjalani peraturan-peraturan yang dibuat universitas, bersedia dianggap tidak datang serta membayar denda dalam jumlah tertentu jika perkuliahannya tidak dihadiri oleh 5 orang mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa pun diwajibkan untuk melaporkan jika guru/dosennya tidak hadir tanpa izin.

Sementara pada masa yang sama para dosen di sekolah/institut Islam mendapat perlakuan yang baik, disucikan, dihargai, dilayani dengan penuh penghormatan. Ia mendapatkan kedudukan mulia dan kebebasan dalam mengajar, dalam memilih subjek dan waktu untuk memberikan kuliah, serta jumlah jam kuliah yang menjadi kewajibannya. Dan sekarang, bagaimana posisi guru-guru kita?